Rabu, 13 Desember 2017

Berita: Dunia Krisis Pasir, Apa Dampaknya bagi Manusia dan Lingkungan?


Pernahkah Anda membayangkan bahwa dunia akan kekurangan pasir? Rasanya itu sebuah kemustahilan karena pasir seperti sumber daya yang tak terbatas.
Namun, itulah yang kini terjadi setelah pasir digunakan sebagai bahan utama produksi kaca, eletronik, dan beton. Kebutuhan bahan bangunan yang terus meningkat telah menjebloskan dunia ke dalam krisis pasir.
Tidak percaya? Program Lingkungan PBB memperkirakan bahwa pada 2012, dunia kehilangan hampir 30 miliar ton pasir hanya untuk membuat beton.
Sayangnya, tidak banyak orang yang sadar akan dampak hilangnya pasir tersebut. Hanya sedikit ilmuwan yang menyelidiki masalah ini, termasuk Dr Aurora Torres, seorang ahli ekologi di German Centre for Integrative Research.
Sejak dua tahun yang lalu, Torres menyelidiki kelangkaan pasir dan menemukan sesuatu yang mengejutkan.
"Ketika kami menggali topik ini, kami mulai menemukan banyak konflik di seluruh dunia, dan banyak bukti, bahwa pasir semakin langka - terutama tahun ini," ujar Torres dikutip dari The Independent, Rabu (6/12/2017).
Temuan Torres dan koleganya tersebut kemudian dipublikasikan dalam jurnal Science dengan judul "Sebuah Tragedi yang Menjulang dari Pasir Umum".
Secara historis, pasir telah menjadi sumber daya alam bersama yang diekstraksi dan digunakan secara lokal.
Akan tetapi, kombinasi berbagai faktor, seperti kekurangan pasir di daerah-daerah tertentu, peningkatan regulasi, dan apresiasi terhadap dampak lingkungan pertambangan pasir telah mengubah pasir menjadi komoditas global yang mahal.
Nilai perdagangan pasir telah meningkat hampir enam kali lipat dalam 25 tahun terakhir. Di Amerika Serikat saja, industri pasir bernilai hampir Rp 122 triliun.
Meski tingkat ekstraksi pasir tinggi di seluruh Eropa dan Amerika Utara, tetapi konsumen pasir terbesar adalah negara Asia, terutama negara-negara yang tumbuh dengan cepat.
"Fenomena ini cenderung terjadi di India, China, dan tempat-tempat di mana Anda memiliki konstruksi dalam jumlah yang banyak dan cepat," kata Dr John Orr, seorang insinyur dan ahli struktur beton di Universitas Cambridge.
Seiring berkembangnya negara-negara tersebut dalam membangun jalan dan kota yang tak ada habisnya, permintaan pasir mereka terus tumbuh.
Pham Van Bac, direktur Departemen Bahan Konstruksi Vietnam bahkan menyebut China mungkin akan kehabisan pasir pada 2020 dan menarik perhatian para mafia.
"Karena pasir tiba-tiba menjadi sumber yang sangat berharga, mafia pasir telah muncul untuk beroperasi di bisnis penambangan pasir," ungkap Torres.
Dalam laporan PBB yang berjudul "Pasir lebih jarang dari yang dipikirkan", Dr Pascal Peduzzi menyebut operasi penambangan pasir ilegal telah menyebar luas berkat pemerintahan yang lemah dan korupsi.
Seperti yang diketahui, tidak semua pasir diciptakan sama. Pasir di Sahara yang halus tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan.
Sebagai gantinya, penambang pasir harus mengambil di tepi sungai atau garis pantai. Padahal, menambang pasir di sungai dan pantai punya konsekuensi lingkungan.
Beberapa contohnya saja, kerusakan terumbu karang di Kenya, punahnya buaya di India, hingga hilangnya beberapa pulau di Indonesia akibat penambangan berlebihan.
"Salah satu dampak yang lebih jelas pada sistem manusia adalah meningkatnya kerentanan terhadap bahaya alam seperti badai dan tsunami," kata Torres.
"Pantai menghilang, jadi tidak ada penghalang alami yang menghentikan banjir," imbuhnya.
Sebagai protes tentang efek penambangan pasir yang meningkat di negara-negara seperti India, tekanan untuk segera menemukan alternatif bahan konstruksi semakin terasa.
Akan tetapi, menemukan alternatif pasir adalah pilihan yang rumit karena bahan ini, secara historis, sangat melimpah dan murah. Menghasilkan materi dengan kualitas dan kuantitas semacam itu akan sulit. 
Untungnya, para peneliti tidak menyerah.
Orr sendiri pernah menjadi salah satu peneliti untuk membantu proyek semacam itu pada 2014. Pada saat itu, peneliti India yang tinggal di Goa mendekatinya untuk mengerjakan sebuah prakarsa yang membahas dua masalah paling mendesak di negara tersebut, yaitu kurangnya pasir dan terlalu banyak sampah plastik.
"Gagasan yang mereka lakukan adalah, mengapa kita tidak menggunakan sebagian plastik bekas tersebut, mencacahnya, dan membuatnya menjadi partikel yang berukuran tepat untuk membuat beton," ujar Orr.
"Kami akhirnya menggunakan pasir plastik yang sebenarnya merupakan hasil sampingan dari prosedur industri daur ulang. Mereka mencacah plastik untuk bisa dimasukkan ke dalam campuran beton," sambungnya.
Selain plastik, kayu dan berbagai alternatif beton lain juga disarankan. Sayangnya, belum ada bahan alternatif yang cukup signifikan untuk menggantikan pasir.

Materi: Sistim Informasi Geografis

Kali ini saya akan berbagi tentang materi dari salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Lingkungan yaitu Sistim Informasi Geografis.





Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.

Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi.

Untuk itu silahkan teman-teman mendownload dari link dibawah ini:



Jika Link bermasalah segera beritahu, nanti admin secepatnya memperbaikinya.

Senin, 11 Desember 2017

Materi: Satuan Proses

Kali ini saya akan berbagi tentang materi dari salah satu mata kuliah di Jurusan Teknik Lingkungan yaitu Satuan Proses




Satuan Proses sendiri adalah mata kuliah yang mempelajari segala konsep-konsep dasar dari pengolahan limbah secara biologis bagi mahasiswa Lingkungan. Disini kita dikenalkan dengan apa itu proses koagulasi, macam-macan desinfeksi, proses presipitasi dan masih banyak lagi.

Untuk itu silahkan teman-teman mendownload dari link dibawah ini:







Jika Link bermasalah segera beritahu, nanti admin secepatnya memperbaikinya.

Berita: Dampak Polusi Cahaya

Setelah Thomas Alva Edison menemukan lampu, malam hari di bumi tak lagi gelap. Bahkan bisa dibilang semakin terang saja tiap tahunnya. Sebuah penelitian tentang gambar bumi di malam hari mengungkapkan bahwa cahaya buatan telah tumbuh lebih cerah dan lebih luas setiap tahun. Bahkan, antara tahun 2012-2016, area outdoor yang dihiasi lampu meningkat lebih dari dua persen per tahun.



Para peneliti menyebutnya sebagai "hilangnya malam". Mereka juga berkata bahwa di beberapa negara, hal ini memiliki konsekuensi negatif untuk semua makhluk hidup.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advance ini menggunakan radiometer satelit miliki NASA untuk mengukur kecerahan cahaya malam hari.

Hasilnya, perubahan kecerahan dari waktu ke waktu sangat bervariasi menurut negaranya. Misalnya saja beberapa "negara terang", seperti Amerika Serikat dan Spanyol, tidak terlihat perubahan. Sementara itu, sebagian besar negara di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia tumbuh lebih cerah. Ada pula negara yang mengalami penurunan kecerahan seperti Yaman dan Suriah yang saat ini menghadapi perang. Cahaya terang sepanjang malam memang terlihat sangat indah, tetapi ada konsekuensi yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Biarkan malam tetap gelap

Pada 2016, American Medical Association secara resmi mengakui dampak berbahaya dari desain buruk pencahanyaan LED intensitas tinggi. Mereka menyarankan untuk "meminimalkan dan mengendalikan pencahayaan biru lingkungan dengan menggunakan sinar biru terendah yang mungkin untuk mengurangi silau. Melatonin, zat yang merangsang tidur, sangat sensitif terhadap cahaya biru."



Tak hanya itu, sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan dalam jurnal Nature juga mengungkapkan bahwa cahaya buatan merupakan ancaman bagi penyerbukan tanaman. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi aktivitas penyerbukan oleh serangga nokturnal (aktif di malam hari).

Ditambah lagi, penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa pepohonan di daerah yang lebih terang menumbuhkan tunas mereka seminggu lebih awal dibanding daerah yang gelap.
Terakhir, penelitian yang diterbitkan awal tahun ini menemukan bahwa instalasi cahaya perkotaan telah mengubah perilaku burung yang bermigrasi secara nokturnal.

Sayangnya, karena sensor satelit tidak "melihat" cahaya biru yang dapat dilihat manusia, peningkatan kecerahan yang dialami sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dapat diukur oleh para peneliti.

"(Manusia) memaksakan rezim cahaya abnormal pada diri kita sendiri," ucap Profesor Kevin Gaston dari University of Exeter dikutip dari Kompas.com.

"Anda sekarang berjuang untuk menemukan daerah di bagian Eropa manapun yang memiliki langit malam alami, tanpa langit yang kita semua kenal," sambungnya.
Dia juga menambahkan bahwa dia penasaran dengan terus meningkatnya polusi cahaya.

"Biasanya, ketika kita memikirkan bagaimana manusia mengacaukan lingkungan, itu adalah hal yang mahal untuk diperbaiki atau dikembalikan," ungkapnya.

"Untuk cahaya, yang perlu dilakukan hanya mengarahkannya ke tempat yang perlu kita terangi, dan tidak membuangnya ke tempat yang lain," tutupnya.

Berita: Sisa Makanan Menyebabkan Kerugian Secara Ekonomi Maupun Lingkungan

Saat masih balita seringkali orangtua akan mengatakan, "Kasihan nanti pak tani nangis"ketika kita tidak mau menghabiskan nasi di piring. Mungkin ketika sudah dewasa kita menganggap hal tersebut hanya bujuk rayu agar anak-anak mau makan. Tapi nyatanya, tidak menghabiskan makanan yang ada di piring kita memiliki dampak yang lebih besar dari itu dan hal ini menjadi salah satu isu yang cukup menyita perhatian dunia.


Membuang makanan ternyata tidak hanya akan membuat "pak tani menagis", tetapi menyebabkan kerugian yang besar baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Menurut data FAO, jumlah makanan yang terbuang setiap tahunnya mencapai 1,3 trilyun ton. Jika dikonversikan ke mata uang, maka kerugian akibat makanan yang terbuang mencapai 750 triliun dolar.
Jumlah tersebut bukan saja dihitung dari harga makanan yang terbuang, tetapi juga pada perhitungan sumber daya yang disia-siakan baik dari sisi produksi, distribusi, hingga ke tangan konsumen.
Tidak hanya sampai di situ, makanan yang terbuang juga menunjukkan pada besarnya sumber daya seperti lahan, tanah, dan air yang sia-sia. Dengan jumlah tersebut, maka lahan yang terbuang setara dengan jumlah keseluruhan dari daratan Cina, Mongolia, dan Kazakhtan yang artinya akan menduduki daratan terluas kedua di dunia setelah Rusia.
Jumlah air yang digunakan untuk pertanian tentu juga akan sia-sia. Jumlah air yang digunakan dari berbentuk bibit sampai panen yang terbuang jika ditotal dari keseluruhan makanan yang terbuang mencapai 250 km3 yang artinya jumlah konsumsi air terbesar di dunia. Jumlah yang terbuang ini dapat mengakibatkan kesulitan air pada 700 juta orang di seluruh dunia.
Hal yang lebih mengejutkan bahwa makanan yang terbuang ini ternyata akan menjadi gas metan yang setara dengan 3,3 gigaton gas karbondioksida yang dilepaskan ke udara. Besaran jejak karbon ini berada pada posisi ketiga setelah China dan Amerika Serikat.
Dengan fakta-fakta tersebut, tentunya kita harus lebih sadar untuk memanfaatkan makanan dan bahan makanan dengan bijak termasuk dengan menghabiskan makanan yang ada di piring kita.
Makanan dan bahan makanan yang termanfaatkan dengan baik akan mengubah jumlah kebutuhan semu makanan dan bahan makanan selama ini. Artinya, sumber daya yang digunakan tidak akan sebesar yang terhitung saat ini sehingga jumlah sumber daya yang terbuang tidak sebesar angka-angka di atas.
Oleh karena itu, langkah kecil dari kita sebagai konsumen tentunya akan berdampak besar pada masa depan bumi kita. Makanya, yuk mulai sekarang kita habiskan makanan di piring kita demi masa depan Bumi yang lebih baik!